Penurunan Titik Beku Larutan-Definisi dan
Penyebabnya
Tahukah kamu apa yang
dimaksud dengan penurunan titik beku? Kita tahu bahwa air murni membeku pada
suhu 0oC, dengan adanya zat terlarut
misalnya saja kita tambahkan gula ke dalam air tersebut maka titik beku larutan
ini tidak akan sama dengan 0oC,
melainkan akan turun dibawah 0oC,
inilah yang dimaksud sebagai “penurunan titik beku”.
Jadi larutan akan memiliki titik beku yang lebih rendah
dibandingkan dengan pelarut murninya. Sebagai contoh larutan garam dalam air
akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya
yaitu air, atau larutan fenol dalam alkohol akan memiliki titik beku yang lebih
rendah dibandingkan dengan pelarut murninya yaitu alkohol.
Mengapa hal ini terjadi? Apakah zat terlarut menahan pelarut
agar tidak membeku? Penjelasan mengapa hal ini terjadi lebih mudah apabila
dijelaskan dari sudut pandang termodinamik sebagai berikut.
Contoh, air murni pada suhu 0oC. Pada suhu ini air berada pada
kesetimbangan antara fasa cair dan fasa padat. Artinya kecepatan air
berubah wujud dari cair ke padat atau sebaliknya adalah sama, sehingga bisa
dikatakan fasa cair dan fasa padat pada kondisi ini memiliki potensial
kimia yang sama, atau dengan kata lain tingkat energi kedua fasa adalah sama.
Besarnya potensial kimia dipengaruhi oleh temperatur, jadi
pada suhu tertentu potensial kimia fasa padat atau fasa cair akan lebih rendah
daripada yag lain, fasa yang memiliki potensial kimia yang lebih rendah secara
energi lebih disukai, misalnya pada suhu 2oC
fasa cair memiliki potensial kimia yang lebih rendah dibanding fasa padat
sehingga pada suhu ini maka air cenderung berada pada fasa cair, sebaliknya
pada suhu -1oC fasa padat memiliki
potensial kimia yang lebih rendah sehingga pada suhu ini air cenderung berada
pada fasa padat.
Apabila ke dalam air murni kita larutkan garam dan kemudian
suhunya kita turunkan sedikit demi sedikit, maka dengan berjalannya waktu
pendinginan maka perlahan-lahan sebagian larutan akan berubah menjadi fasa
padat hingga pada suhu tertentu akan berubah menjadi fasa padat secara
keseluruhan. Pada umumnya zat terlarut lebih suka berada pada fasa cair
dibandingkan dengan fasa padat, akibatnya pada saat proses pendinginan
berlangsung larutan akan mempertahankan fasanya dalam keadaan cair, sebab
secara energi larutan lebih suka berada pada fasa cair dibandingkan dengan fasa
padat, hal ini menyebabkan potensial kimia pelarut dalam fasa cair akan lebih
rendah (turun) sedangkan potesnsial kimia pelarut dalam fasa padat tidak
terpengaruh.
Maka akan lebih banyak energi yang diperlukan untuk mengubah
larutan menjadi fasa padat karena titik bekunya menjadi lebih rendah
dibandingkan dengan pelarut murninya. Inilah sebab mengapa adanya zat terlarut
akan menurunkan titk beku larutannya. Rumus untuk mencari penurunan titik beku
larutan adalah sebagai berikut:
Keterangan:
§ delta Tf = Penuruan titik
beku
§ m = molalitas larutan
§ Kf = Tetapan konstantat titik
beku larutan
Jangan lupa untuk menambahkan faktor van hoff
pada rumus diatas apabila larutan yang ditanyakan adalah larutan elektrolit.
Penurunan titik beku larutan mendiskripsikan bahwa titik beku
suatu pelarut murni akan mengalami penurunan jika kita menambahkan zat terlarut
didalamnya. Sebagai contoh air murni membeku pada suhu 0 C akan tetapi jika
kita melarutkan contoh sirup atau gula didalamnya maka titik bekunya akan
menjadi dibawah 0 C. Sebagai contoh larutan garam 10% NaCl akan memiliki titik
beku -6 C dan 20% NaCl akan memiliki titik beku -16 C.
Fenomena
Penurunan Titik Beku Larutan
Fenomena penurunan titik beku larutan sangat menarik
perhatian para ilmuwan karena hal ini bersinggungan langsung dengan kehidupan
manusia contohnya, penggunaan etilen glikol sebagai agen “antibeku” yang
dipakai di radiator mobil sehingga air ini tidak beku saat dipakai dimusim
dingin. beberapa ikan didaerah artik mampu melepaskan sejumlah senyawa untuk
menghindari darahnya beku, atau dengan menggunakan teknik penurunan titik beku
kita dapat menentukan massa molar atau menentukan derajat disosiasi suatu zat.
Mengukur
Penurunan Titik Beku Larutan
Penurunan titik beku larutan adalah salah satu sifat
koligatif larutan.
Untuk mengukur besarnya titik beku larutan kita membutuhkan dua hal berikut:
1. Konsentrasi molal suatu
larutan dalam molalitas.
2. Konstanta penurunan titik
beku pelarut atau Kf.
Rumus mencari perubahan titik beku larutan adalah sebagai
berikut:
?Tf = m. Kf. i
dan titik beku larutan dicari,
Tf = Tpelarut murni – Tf
dimana:
?Tf = penurunan titik beku larutan
Tf = titik beku larutan
m = molalitas larutan
Kf = konstanta titik beku pelarut
i = Faktor Van’t Hoff
Tf = titik beku larutan
m = molalitas larutan
Kf = konstanta titik beku pelarut
i = Faktor Van’t Hoff
Di bidang themodinamika konstanta titik beku pelarut, Kf
lebih dikenal dengan istilah “Konstanta Krioskopik“. Krioskopik berasal dari bahasa Yunani yang
artinya “mengukur titik beku”.
Faktor
Van’t Hoff (i)
adalah parameter untuk mengukur seberapa besar zat terlarut berpengaruh
terhadap sifat koligatif (penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih,
penurunan titik beku, dan tekanan osmotik). Faktor Van’t Hoff dihitung dari
besarnya konsentrasi sesunguhnya zat terlarut yang ada di dalam larutan
dibanding dengan konsentrasi zat terlarut hasil perhitungan dari massanya.
Untuk zat non elektrolit maka vaktor Van’t Hoffnya adalah 1 dan nonelektrolit
adalah sama dengan jumlah ion yang terbentuk didalam larutan. Faktor Van’t Hoff
secara teori dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
i = 1 + (n-1)?)
dengan ? adalah derajat ionisasi zat terlarut dan n
jumlah ion yang terbentuk ketika suatu zat berada didalam larutan. Untuk non
elektrolit maka alfa = o dan n adalah 1 dan untuk elektrolit dicontohkan
sebagai berikut:
C6H12O6 -> C6H12O6 n = 1
NaCl -> Na+ + Cl- n = 2
CaCl2 -> Ca2+ + 2Cl- n = 3
Na3PO4 -> 3Na+ + PO4- n = 4
Cu3(PO4)2 -> 3Cu2+ + 2PO43- n = 5
NaCl -> Na+ + Cl- n = 2
CaCl2 -> Ca2+ + 2Cl- n = 3
Na3PO4 -> 3Na+ + PO4- n = 4
Cu3(PO4)2 -> 3Cu2+ + 2PO43- n = 5
Data nilai Kf beberapa pelarut adalah sebagai berikut:
Jika dilihat persamaan ?Tf = m.Kf.i maka kita bisa menentukan
besarnya Faktor Van’t Hoff dari suatu zat terlarut dalam suatu pelarut dengan
menggambar grafik antara ?Tf dengan m maka kita akan mendapatkan slope (gradien
garis) yang setara dengan ixKf. Bila harga Kf pelarut diketahui maka kita pun
dapat mencari nilai i-nya.
Sifat-sifat Benzena dan Turunannya
Turunan dari
senyawa benzena terjadi karena salah satu atom hidrogen dalam ring benzena
diganti atau disubstitusi oleh atom atau gugus lain. Senyawa-senyawa tersebut
meliputi touluen adalah benzena yang mengandung gugus metil, apabila mengandung
gugus halogen dinamakan halobenzena. Sedangkan yang mengandung gugus hidroksi
dan gugus nitro secara berurutan dinamakan fenol dan nitrobenzena. Struktur
molekul untuk turunan senyawa benzena disederhanakan dalam Gambar 12.72.
Gambar
12.72. Beberapa senyawa turunan benzena
Dalam
bereaksi, benzena tidak mengalami reaksi adisi karena cincin benzena stabil,
hal ini berbeda untuk senyawa-senyawa yang memiliki ikatan rangkap. Misalnya,
benzena tidak mengalami reaksi adisi layaknya senyawa alkena dan alkuna. Dan
reaksi utama dari benzena adalah reaksi substitusi. Reaksi ini disederhanakan
pada Gambar 12.73.
Bagan 12.73.
Reaksi substitusi dengan gugus nitro pada benzena
Benzena
dapat di hidrogenasi menghasilkan suatu sikloalkana dengan bantuan katalis
logam. Reaksi ini disederhanakan pada Gambar 12.74. Senyawa benzena akan
mengalami reduksi dan akan menerima atom H, dengan cara melepaskan ikatan
rangkapnya. Reaksi ini tidak berlangsung sederhana namun memerlukan katalisator
logam khususnya platina atau nikel.
Bagan 12.74.
Reaksi hidrogenasi benzena
Benzena
merupakan senyawa organik yang sangat beracun bagi manusia dan dapat
menyebabkan kerusakan hati. Namun toluena jauh kurang beracun, meskipun bukan
tidak berbahaya. Hal ini disebabkan karena perbedaan senyawa intermediet yang
dihasilkan pada saat akan dibongkar dalam tubuh. Untuk toluen menghasilkan
senyawa intermediet asam benzoat yang dapat diekskresikan, sehingga tidak akan
menimbulkan masalah kesehatan.
Definisi:
Naftalena adalah hidrokarbon kristalin aromatik berbentuk
padatan berwarna putih dengan rumus molekul C10H8 dan berbentuk dua cincin
benzena yang bersatu. Senyawa ini bersifat volatil, mudah menguap walau dalam
bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudah terbakar. Naftalena paling
banyak dihasilkan dari destilasi tar batu bara, dan sedikit dari sisa
fraksionasi minyak bumi.
Senyawa ini bersifat volatil, mudah
menguapwalau dalam bentuk padatan. Uap yang dihasilkan bersifat mudahterbakar.
Naftalena paling banyak dihasilkan dari destilasi tar batu bara, dan sedikit
darisisa fraksionasi minyak bumi. Naftalena merupakan suatu bahan keras yang
putih dengan bau tersendiri, dan ditemui secara alami dalam bahan bakar fosil
seperti batu bara danminyak.
Naftalena adalah salah satu komponen
yang termasuk benzena aromatik hidrokarbon, tetapitidak termasuk polisiklik.
Naftalena memiliki kemiripan sifat yang memungkinkannyamenjadi aditif bensin
untuk meningkatkan angka oktan. Sifat-sifat tersebut antara lain: sifat pembakaran
yang baik, mudah menguap sehingga tidak meninggalkan getah padat pada
bagian-bagian mesin. Penggunaan Naftalena sebagai aditif memang belum terkenal
karenamasih dalam tahap penelitian. Sampai saat ini memang belum diketahui
akibat buruk penggunaan naftalena terhadap lingkungan dan kesehatan,
namun ia relatif aman untuk digunakan.Satu molekul napthalena merupakan
perpaduan dari sepasang cincin benzena. Naftalenamerupakan salah satu jenishidrokarbon polisiklik aromatik .
Ada dua set atom hidrogensetara: posisi alpha (posisi 1, 4, 5, dan 8), dan
posisi beta (posisi 2, 3, 6, dan 7) padagambar di bawah.
Sesuai dengan ikatan valensinya, napthalena mempunyai tiga struktur
resonansi yaitu :Seperti benzena, naftalena dapat mengalamisubstitusi aromatik elektrofilik . Pada sebagian besar reaksi
substitusi aromatik elektrofilik, naftalena bereaksi dalam kondisi lebih
ringandaripada benzena. Sebagai contoh, benzena ataupun napthalena bila beraksi
dengan klorindengan menggunakan besi klorida atau aluminium klorida sebagai
katalis, naftalena danklorin dapat bereaksi untuk membentuk 1-chloronaphthalena
bahkan tanpa menggunakankatalis. Benzena dan naphthalene juga dapat dialkilasi
menggunakanreaksi Friedel-Crafts,naftalena juga dapat dialkilasi dengan
mereaksikannya dengan alkena atau alkohol,
menggunakansulfatatauasam fosfatsebagai katalis.
Sifat Fisik
Massa
molar
Kepadatan Titik lebur Titik didih Kelarutan dalam air |
128,17052
g
1,14 g / cm ³ 80,26 ° C, 353 K, 176 ° F 218 ° C, 491 K, 424 ° F 30 mg / L |
/ molPenampilan Putih solid kristal / serpih, bau kuat dari tar batubaraSekitar Data di atas berlaku pada temperatur dan tekanan standar
SUBSTITUSI AROMATIK ELEKTROFILIK
Reaksi substitusi elektrofilik terjadi pada
senyawa aromatis, tidak hanya pada senyawa monosiklik seperti benzena, tetapi
juga terjadi pada senyawa aromatis polisiklik seperti naftalena dan senyawa
heteroaromatis seperti furan, pirol, dan tiofena. Reaksi substitusi aromatik
elektrofilik pada benzena sudah sering kali dibahas. Sekarang, bagaimana reaksi
ini terjadi pada senyawa aromatis polisiklik seperti naftalena dan senyawa
heteroaromatis seperti furan, pirol, dan tiofena?.
Sistem cincin senyawa aromatik polisiklik
mempunyai nama individual. Berbeda dengan penomoran benzena, yang dimulai pada
posisi suatu substituen. Penomoran suatu cincin polisiklik ditetapkan
berdasarkan perjanjian dan tidak berubah bagaimanapun posisi substituennya.
Sistem cincin aromatik polisiklik lebih
reaktif terhadap serangan elektrofilik daripada benzena. Naftalena mengalami
reaksi substitusi aromatik elektrofilik terutama pada posisi-1. Mekanisme untuk
substitusi naftalena serupa dengan mekanisme substitusi benzena. Akan kita
periksa reaksi brominasi bertahap untuk mengetahui mengapa substitusi pada
posisi–1 lebih disukai dan mengapa reaksi ini lebih mudah terjadi daripada
brominasi benzena.
Kegunaan
Naftalena digunakan sebagai reaksi intermediet dari
berbagai reaksi kimia industri, seperti reaksi sulfonasi, polimerisasi, dan
neutralisasi. Selain itu, naftalena juga berfungsi sebagai fumigan (kamper,
dsb), surfaktan, dsb
Efek yang mungkin dari
naftalena terhadap kesehatan
Eksposur
terhadap jumlah besar naftalena dapat mengakibatkan kerusakan pada sel
darah,dan menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai haemolytic anaemia.
Penyakit ini telahdiperhatikan pada orang tertentu, terutama anak-anak, setelah
termakan kapur barus yangmengandung naftalena. Antara gejala yang mungkin
terjadi setelah eksposur terhadap jumlah besar naftalena adalah lelah, hilang
nafsu makan, mual, muntah dan diare. Kulitmungkin menjadi pucat atau kuning.
Bayi yang baru lahir terutama menghadapi risiko seldarahnya rusak jika terpajan
pada naftalena. Kerusakan terhadap sel darahnya melepaskansuatu produk
(bilirubin) yang menyebabkan bayi tersebut menjadi kuning dan dalam kasus
parah, mungkin mengakibatkan kerusakan otak. Ada orang yang lahir dengan
penyakitlahir genetis (G6PD deficiency) yang menjadikannya lebih cenderung
menderita akibatdari naftalena, maka gejala dapat diperhatikan setelah eksposur
terhadap jumlah naftalenayang kecil pun.